Genom Editing merupakan teknologi yang sangat potensial untuk dikembangkan di Indonesia sebagai terobosan untuk memajukan ilmu pengetahuan dan teknologi serta aplikasinya dalam bidang pertanian, kesehatan, lingkungan dan industri di Indonesia. Teknologi ini sudah diaplikasikan dengan berbagai negara dan di Indonesia penelitian dan pengembangan produk berbasis Genome Editing juga sedang dilaksanakan. Namun demikian, teknologi ini masih menimbulkan pro dan kontra dimana sebagian negara menggolongkan produk hasil Genome Editing sebagai non GMO, sementara yang lain menggolongkan sebagai GMO yang harus diregulasi secara ketat. Indonesia perlu mengambil sikap yang jelas agar teknologi ini dapat dimanfaatkan secara maksmial. Pusat Penelitian Bioteknologi LIPI menyelenggarakan FGD Regulasi Produk Genom Editing di Indonesia, pada tanggal 13 Januari 2020, di Ruang Rapat Lt. 2 Gedung Administrasi Pusat Penelitian Bioteknologi LIPI Cibinong. FGD ini merupakan lanjutan dari 2 FGD sebelumnya dengan topik yang sama yang telah diselenggarakan oleh Kementan pada tanggal 13 Februari 2019 dan di Kemen LHK pada tanggal 20 Februari 2019. FGD yang berlangsung dari jam 08.30-13.00 ini dihadiri oleh para pakar dan regulator yang terkait dengan pemanfaatan Genom Editing. Acara dimulai dengan sambutan dari Deputi IPH-LIPI, Kepala Balitbang Kementan, Ketua KKH PRG. Kemudian dilanjutkan dengan paparan tentang regulasi dan perkembangan Genom Editing di beberapa negara, dengan nara sumber Dr. Inez Slamet-Loedin (IRRI), Dr. Martin Lemma (ISF-Argentina), Dr. Mieko Kasai (Chiba University) dan Dr. Bahagiawati (TTKH Pakan). Acara diakhiri dengan tanya jawab dan diskusi serta membuat rumusan, kesimpulan dan penutup. Pada FGD ini disepakati bahwa penentuan produk hasil Genom Editing masuk kategori PRG atau bukan akan didasarkan pada mekanisme perbaikan genetic yang dilakukan dengan merujuk definisi dalam Protokol Cartagena dan PP 21 tahun 2005. Jika mekanisme perbaikan dilakukan dengan pelibatan donor atau gen dari luar individu di luar kekerabatan taksonominya, maka produk genom editing tersebut diperlakukan sebagai PRG. Namun jika tidak melibatkan donor atau gen di luar individu tersebut, maka dapat dianggap bukan PRG. Kriteria dan syarat-syarat lebih detil akan dirumuskan kembali oleh tim yang ditunjuk oleh KKH PRG.
Dalam rangka Road to International Biodiversity Day (IBD) 2019 dan HKAN 2019 pada Rabu, 15 Mei 2019 diselenggarakan Sosialisasi Keamanan Hayati Produk Rekayasa Genetik (PRG) Menopang Keberlanjutan Keanekaragaman Hayati sebagai Sumber Pangan dan Kesehatan. Hal ini selaras dengan Tema IBD 2019 yang ditetapkan oleh UNEP : Our Biodiversity, Our Food and Our Health. Acara diawali dengan Arahan dan Pembukan Dirjen KSDAE yang dibacakan oleh Dir KKH. Peserta berjumlah 100 orang dari Anggota KKH PRG, Kementerian/Lembaga, Perguruan Tinggi, Swasta, LSM yang bergerak di Bidang PRG. Acara ini bertujuan untuk meningkatkan pemahaman, kesadaran dan kepedulian serta partisipasi publik terkait keamanan hayati PRG. Pembicara dalam acara ini sebanyak 5 (lima) orang : Prof.Dr. Bambang Prasetya (Ketua KKH PRG), Prof. Dr. Antonius Suwanto (Pakar PRG, IPB), Ir. Winarno Tohir, Ketua KTNA, Prof. Dr. Widya Asmara (Pakar PRG, UGM) dan Dewi Rahmawati (Croplife Indonesia). Dengan adanya sosialisasi ini diharapkan dapat diwujudkan keamanan hayati berdasarkan prinsip kesehatan serta pengelolaan sumberdaya hayati, perlindungan konsumen dan kepastian berusaha dengan mempertimbangkan agama, etika, budaya dan estetika. Materi dapat diunduh di bawah ini : Foto dapat diunduh di link berikut ini http://bit.ly/KKHPRG/
Badan Karantina Pertanian, Kementerian Pertanian telah menyelenggarakan Focus Group Discussion (FGD) bertema Pengawasan Pemasukan Produk Rekayasa Genetik (PRG) ke dalam wilayah Indonesia pada tanggal 25-27 April 2018 di Bogor. Tujuan penyelenggaraan kegiatan ini adalah untuk memperoleh masukan atau informasi menqenai arah kebijakan pengawasan pemasukan produk rekayasa genetik ke dalam wilayah Indonesia. Peserta yang hadir dalam kegiatan ini adalah wakil-wakil dari instansi Badan POM, Direktorat Jenderal lingkup Kementan, dan Badan Karantina Pertanian. Hadir pula beberapa narasumber yaitu Prof.Drh Bambang Purwantara, MSc, PhD (Komisi Keamanan Hayati Produk Rekayasa Genetik/lPB), Dr.Ir. Bess Tiesnamurti, MSc (Pusat Penelitian dan Pengembangan Peternakan, Badan Litbang Kementan/Tim Teknis Keamanan Hayati Produk Rekayasa Genetik bidang Pakan), Sofhiani Dewi. STP, M.Si (Badan POM/Tim Teknis Keamanan Hayati Produk Rekayasa Genetik bidang Pangan) dan Dr.Ir. Machmud Thohari, DEA (Tim Teknis Keamanan Hayati Produk Rekayasa Genetik bidang Lingkungan). Berdasarkan masukan atau informasi dan narasumber dan hasil diskusi peserta diperoleh rumusan sebagai berikut (1) pengawasan pemasukan PRG ke dalam wilayah Indonesia diperlukan sebagai instrumen untuk memastikan PRG yang dimasukkan ke dalam wilayah Indonesia telah memenuhi aspek keamanan hayati sesuai peraturan perundang-undangan, (ii) jenis PRG yang perlu mendapat pengawasan terhadap pemasukannya antara lain benih/varietas, pangan, pakan dan agens hayati, (iii) pengawasan PRG di tempat pemasukan dapat meliputi pemeriksaan dokumen antara lain keputusan pelepasan dan/atau peredaran PRG yang diterbitkan oleh Menteri/Kepala LPNK yang berwenang, sertifikat keamanan hayati PRG, certificate of free trade atau rekomendasi Komisi Keamanan Hayati (KKH) untuk keperluan pengkajian, (iv) daftar PRG yang telah memperoleh sertifikat keamanan hayati PRG dapat digunakan sebagai acuan dalam pelaksanaan pengawasan, (v) pihak yang memasukkan PRG ke dalam wilayah Indonesia dan telah memperoleh sertifikat keamanan hayati PRG, akan dikenakan persyaratan pencantuman label PRG pada kemasan untuk produk terkemas atau melampirkan surat pernyataan PRG untuk produk dalam bentuk curah atau tidak drkemas, (vi) perlunya jejaring kerja laboratorium dan informasi diantara akademisi, peneliti, swasta dan institusi terkait untuk pelaksanaan pengawasan pemasukan PRG, (vii) perlunya peningkatan kegiatan sosialisasi kepada masyarakat mengenai informasi yang benar tentang PRG dan kepada pelaku usaha terkait keterbukaan dalam penyampaian informasi tentang PRG yang diusahakan, dan (viii) perlunya disusun suatu kajian teknis tentang pengawasan pemasukan PRG ke dalam wilayah Indonesia sebagai bahan penyusunan regulasi pengawasan. Kontributor : Pusat Karantina Tumbuhan dan Keamanan Hayati Nabati, Badan Karantina Pertanian, Kementerian Pertanian
Indonesia telah meratifikasi Protocol Cartagena melalui Undang-undang Nomor 21 Tahun 2004 tentang Keamanan Hayati Atas Konvensi Keanekaragaman Hayati dan sebagai tindak lanjutnya telah ditetapkan PP Nomor 21 Tahun 2005 tentang Keamanan Hayati PRG. Protocol Cartagena merupakan perjanjian internasional yang mengatur tentang perpindahan lintas batas produk rekayasa genetik, yang lahir dibawah Konvensi Keanekaragaman Hayati (Convention on Biological Diversity). Dirjen KSDAE sebagai National Focal Point (NFP) Convention on Biological Diversity (CBD) dan juga sebagai NFP Protocol Cartagena Pembentukan Komisi Keamanan Hayati Produk Rekayasa GEnetik merupakan pelaksanaan mandate pengaturan kelembagaan yang tertuang dalam PP 21 tahun 2005 tentang Keamanan Hayati PRG Dasar Hukum Keanggotaan KKH PRG : 1. Perpres Nomor 39 tahun 2010 tentang Keamanan Hayati PRG 2. Perpres Nomor 53 tahun 2014 tentang perubahan Atas Perpres Nomor 39 tahun 2010 tentang Komisi Keamanan Hayati PRG Tugas KKH PRG adalah memberikan rekomendasi keamanan hayati; memberikan sertifikasi hasil uji keamanan lingkungan, keamanan pangan dan/atau pakan; memberikan saran dan pertimbangan, serta membantu Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan, Menteri yang berwenang, dan kepala lembaga pemerintah non kementerian yang berwenang dalam melaksanakan pengawasan terhadap pemasukan dan pemanfaatan Produk Rekayasa Genetik (PRG) KKH PRG beranggotakan 19 orang terdiri atas unsur Pemerintah 11 orang, Perguruan Tinggi 3 orang dan Masyarakat 5 orang Susunan Keanggotaan : 1. Ketua, merangkap anggota. 2. Wakil ketua Bidang Keamanan Pangan, merangkap anggota; (BPOM) 3. Wakil Ketua Bidang Keamanan Pakan, merangkap anggota; (Kementerian Pertanian) 4. Wakil Ketua Bidang Keamanan Lingkungan, merangkap anggota; (Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan) 5. Anggota Keanggotaan KKH PRG diangkat dan diberhentikan oleh Presiden atas usul Menteri yang menyelenggarakan urusan di bidang perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup. Masa jabatan keanggotaan KKH PRG dari unsur perguruan tinggi dan masyarakat selama 4 (empat) tahun dan dapat diangkat kembali 1 (satu) kali masa jabatan berikutnya. Keanggotaan KKH PRG Periode 2014-2018 ditetapkan berdasarkan Keppres Nomor 181 tahun 2014 jo Keppres Nomor 5 Tahun 2016 jo Keppres Nomor 43 tahun 2016 jo Keppres Nomor 52 Tahun 2017. Sehubungan dengan berakhirnya Keanggotaan KKH PRG Periode 2014-2018 pada tanggal 19 Oktober 2018, maka Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan mengusulkan Keanggotaan KKH PRG 2018-2022 kepada Presiden melalui Surat Nomor : S.287/MENLHK/KSDAE/KSA.2/8/2018 tanggal 13 Agustus 2018. Telah ditetapkan Keanggotaan KKH PRG Periode 2018-2022 melalui Keputusan Presiden No 50 Tahun 2018 tentang Pemberhentian dan Pengangkatan Dalam Keanggotaan KKH PRG dengan Ketua Prof. Dr. Ir. Bambang Prasetya, M.Sc. Berdasarkan Keppres No 50 Tahun 2018, Dirjen KSDAE ditetapkan sebagai Wakil Ketua Bidang Keamanan Lingkungan KKH PRG merangkap Anggota. Terima kasih kepada Ketua KKH PRG Periode 2014-2018, Prof. Agus Pakpahan dan seluruh Anggota. Atas dedikasi dan pengabdiannya. Selamat kepada Ketua KKH PRG Periode 2018-2022, Prof. Dr. Ir. Bambang Prasetya, M.Sc. beserta anggota baru dan selamat menjalankan tugas.
Dari 28 negara tanaman hasil rekayasa genetic (PRG), sebanyak 20 negara adalah Negara berkembang dan delapan lainnya adalah Negara maju. Sekitar 60 persen populasi dunia, atau setara dengan 4 miliyar orang tinggal di 28 negara tersebut. Bagaimana penerapan tanaman bioteknologi di Indonesia? Penerapan tanaman bioteknologi, tentu aspek kehati-hatian menjadi utama, jelas Menteri Pertanian Dr. Suswono, ketika memberikan keterangan pers, usai membuka seminar on Global Overview of Biotech/GM Crops 2012 : Current Status, Impact and Future Prospect, di Auditorium D, Kementerian Pertanian (Rabu, 13/03/2013). International Service for the Acquisition of Agri-bioteck Application (ISAAA) melaporkan bahwa adanya peningkatan kesadaran dari Negara-negara berkembang mendanai manfaat penanaman tanaman has ail rekayasa genetika yang tidak hanya memberikan peningkatan hasil, penggunaan pestisida, peningkatan kualitas produk dan siklus tumbuh. Ketika ditanya para wartawan, Menteri Pertanian Dr.Suswono mengatakan bahwa bioteknologi adalah sesuatu keniscayaan yang memang mau tidak mau harus kita okomodir atau kita adobsi, kenapa? Karena ke depan dengan jumlah penduduk yang semakin banyak, kebutuhan pangan makin meningkat, sementara lahan semakin sempit,perubahan iklim juga nyata, tegasnya. Oleh karena itu tentu saja biotek sesuatu yang harus kita lkukan, salah satu adlah dengan Genetik Modified Organism (GMO), tentunya sesuai peraturan pemerintah dalam kaitan penerapannya yaitu aspek kehati-hatian menjadi utama, sehingga tidak menimbulkan ekses, baik dari sisi keamanan pangan, keamanan pakan maupun dari sisi lingkunagn. Hal inilah yang menjadi patokan. Oleh Karena itu kita terus akan mengembangkan tetapi dengan aspek kehati-hatian sebagai prioritas utama. Sumber : http://www.litbang.pertanian.go.id/
Produk rekayasa genetik (PRG) atau sering disebut transgenik memang sempat menimbulkan pro dan kontra. Bahkan pemerintah Indonesia juga tak berani melepas begitu saja peluncuran produk hasil bioteknologi tersebut. Dengan perkembangan teknologi pertanian, ternyata PRG menjadi salah satu jalan untuk mengatasi persoalan yang hingga kini belum teratasi. Misalnya, tahan terhadap iklim dan hama. Di dunia adopsi tanaman bioteknologi terus mengalami peningkatan. Misalnya, pada 2011 luas areal pertanaman bioteknologi sudah mencapai 160 juta hektar (ha). Luasan lahan tersebut tumbuh 8% dari tahun 2010 yang hanya 148 juta ha. Jumlah petani yang menanam mencapai 16,7 juta petani, berada di 29 negara (19 negara berkembang dan 10 negara industri). Dari beberapa tanaman bioteknologi yang berkembang, tanaman jagung yang paling banyak berkembang. Di China, tanaman jagung menjadi prioritas. Ini karena permintaan jagung sebagai pakan ternak berkembang cepat. Di Eropa lahan jagung bioteknologi juga berkembang pesat. Pada 2011 luas jagung Bt sudah mencapai 114.490 ha atau naik lebih dari 25% dibandingkan 2010. Sementara Pemerintah Indonesia baru mengeluarkan Peraturan Menteri Pertanian (Permentan) No. 61/2011 tentang Pelepasan Varietas Tanaman. Tapi hingga kini belum menampakkan perkembangan yang nyata. Padahal di tingkat petani desakan penerapan produk hasil bioteknologi terus meningkat. Ketua Umum Kontak Tani Nelayan Andalan (KTNA), Winarno Tohir mengatakan, bioteknologi atau rekayasa genetik masih merupakan salah satu solusi untuk meningkatkan produksi komoditas pangan, terutama dalam mengantisipasi dampak perubahan iklim. “Bioteknologi adalah teknologi masa depan dan mutlak harus dilakukan. Sekarang ini kita tidak bisa mengandalkan lagi secara tradisional,” katanya dalam diskusi Bioteknologi, Tak Kenal, Maka Tak Sayang yang diselenggarakan Masyarakat Bioteknologi Pertanian Indonesia (MASBIOPI). Kegiatan tersebut merupakan salah satu rangkaian Pekan Nasional (PENAS) Petani-Nelayan XIV. Apalagi menurut Winarno, produk komoditas pangan hasil rekayasa genetik yang berasal dari impor sudah banyak dikonsumsi masyarakat Indonesia sejak 5-10 tahun lalu. Misalnya, kedelai untuk bahan baku tahu dan tempe, jagung untuk bahan baku pakan. “Produk-produk tersebut merupakan hasil rekayasa genetik,” katanya. Dari informasi ungkap Winarno, kedelai dan jagung impor tersebut tahan terhadap perubahan iklim. Karena itu, banyak petani Indonesia menginginkan produk rekayasa genetik itu bisa ditanam di dalam negeri. “Sayangnya, masih banyak tantangan, baik dari praktisi maupun pemerintah,” sesalnya. Padahal lanjut Winarno, petani sudah siap untuk membudidayakan tanaman hasil rekayasa genetik tersebut. Desakan menerapkan produk rekayasa genetik (PRG) juga datang dari Ketua KTNA Pati, Jawa Tengah, Suraji. “Kami petani siap mengembangkan tanaman hasil bioteknologi. Tapi persoalannya, di Indonesia belum ada ijin baik pangan dan pakan dari pemerintah. Banyak yang kontra terhadap produk ini, seakan-akan membahayakan,” sesalnya. Sumber : Tabloid Sinar Tani
BMC – Bioteknologi adalah suatu teknik modern untuk mengubah bahan mentah melalui transformasi biologi sehingga menjadi produk yang berguna. Supriatna (1992 ) memberi batasan tentang arti bioteknologi secara lebih lengkap, yakni: pemanfaatan prinsip–prinsip ilmiah dan kerekayasaan terhadap organisme, sistem atau proses biologis untuk menghasilkan dan atau meningkatkan potensi organisme maupun menghasilkan produk dan jasa bagi kepentingan hidup manusia. Bioteknologi (1) : Konsep dasar dan perkembangan Bioteknologi di masa lampau (konvensional) Bioteknologi sederhana sudah dikenal oleh manusia sejak ribuan tahun yang lalu. 8000 SM Pengumpulan benih untuk ditanam kembali. Bukti bahwa bangsa Babilonia, Mesir, dan Romawi melakukan praktik pengembangbiakan selektif (seleksi artifisal) untuk meningkatkan kualitas ternak. 6000 SM Pembuatan bir, fermentasi anggur, membuat roti, membuat tempe dengan bantuan ragi 4000 SM Bangsa Tionghoa membuat yogurt dan keju dengan bakteri asam laktat 1500 Pengumpulan tumbuhan di seluruh dunia 1665 Penemuan sel oleh Robert Hooke(Inggris) melalui mikroskop. 1800 Nikolai I. Vavilov menciptakan penelitian komprehensif tentang pengembangbiakan hewan 1880 Mikroorganisme ditemukan 1856 Gregor Mendel mengawali genetika tumbuhan rekombinan 1865 Gregor Mendel menemukan hukum hukum dalam penyampaian sifat induk ke turunannya. 1919 Karl Ereky, insinyur Hongaria, pertama menggunakan kata bioteknologi 1970 Peneliti di AS berhasil menemukan enzim pembatas yang digunakan untuk memotong gen gen 1975 Metode produksi antibodi monoklonal dikembangkan oleh Kohler dan Milstein 1978 Para peneliti di AS berhasil membuat insulin dengan menggunakan bakteri yang terdapat pada usus besar 1980 Bioteknologi modern dicirikan oleh teknologi DNA rekombinan. Model prokariot-nya, E. coli, digunakan untuk memproduksi insulin dan obat lain, dalam bentuk manusia. Sekitar 5% pengidap diabetes alergi terhadap insulin hewan yang sebelumnya tersedia. 1992 FDA menyetujui makanan GM pertama dari Calgene: tomat “flavor saver” 2000 Perampungan Human Genome Project Contoh produk bioteknologi konvensional, misalnya: di bidang pangan ada pembuatan bir, roti, maupun keju yang sudah dikenal sejak abad ke-19, pemuliaan tanaman untuk menghasilkan varietas-varietas baru di bidang pertanian, serta pemuliaan dan reproduksi hewan. di bidang medis, antara lain dengan penemuan vaksin, antibiotik, dan insulin walaupun masih dalam jumlah yang terbatas akibat proses fermentasi yang tidak sempurna. Perubahan signifikan terjadi setelah penemuan bioreaktoroleh Louis Pasteur. Dengan alat ini, produksi antibiotik maupun vaksin dapat dilakukan secara massal. Bioteknologi modern Sekarang bioteknologi berkembang sangat pesat, terutama di negara negara maju. Kemajuan ini ditandai dengan ditemukannya berbagai macam teknologi semisal: Rekayasa genetika, kultur jaringan, DNA rekombinan, pengembangbiakan sel induk, kloning, dan lain-lain. Teknologi ini memungkinkan kita untuk memperoleh penyembuhan penyakit-penyakit genetik maupun kronis yang belum dapat disembuhkan, seperti kanker ataupun AIDS. Penelitian di bidang pengembangan sel induk juga memungkinkan para penderita stroke ataupun penyakit lain yang mengakibatkan kehilangan atau kerusakan pada jaringan tubuh dapat sembuh seperti sediakala. Di bidang pangan, dengan menggunakan teknologi rekayasa genetika, kultur jaringan dan DNA rekombinan, dapat dihasilkan tanaman dengan sifat dan produk unggul karena mengandung zat gizi yang lebih jika dibandingkan tanaman biasa, serta juga lebih tahan terhadap hama maupun tekanan lingkungan. Penerapan bioteknologi di saat ini juga dapat dijumpai pada pelestarian lingkungan hidup dari polusi. Misalnya saja penguraian minyak bumi yang tertumpah ke laut oleh bakteri, dan penguraian zat-zat yang bersifat toksik (racun) di sungai atau laut dengan menggunakan bakteri jenis baru. Berikut ini adalah daftar kemajuan bidang bioteknologi yang telah diaplikasikan. Mayoritas didominasi oleh bidang peternakan, perikanan, dan kesehatan. Bioteknologi dalam Bidang Peternakan dan Perikanan Penggunaan bioteknologi guna meningkatkan produksi peternakan meliputi : teknologi produksi, seperti inseminasi buatan, embrio transfer, kriopreservasi embrio, fertilisasi in vitro, sexing sperma maupun embrio, cloning dan spliting. rekayasa genetika, seperti genome maps, masker asisted selection, transgenik, identifikasi genetik, konservasi molekuler, peningkatan efisiensi dan kualitas pakan, seperti manipulasi mikroba rumen, bioteknologi yang berkaitan dengan bidang veteriner (Gordon, 1994; Niemann dan Kues, 2000). Teknologi reproduksi yang telah banyak dikembangkan adalah: transfer embrio berupa teknik Multiple Ovulation and Embrio Transfer (MOET). Teknik ini telah diaplikasikan secara luas di Eropa, Jepang, Amerika dan Australia dalam dua dasawarsa terakhir untuk menghasilkan anak (embrio) yang banyak dalam satu kali siklus reproduksi. cloning telah dimulai sejak 1980-an pada domba. Saat ini pembelahan embrio secara fisik (embryo spliting) mampu menghasilkan kembar identik pada domba, sapi, babi dan kuda. produksi embrio secara in vitro: teknologi In vitro Maturation (IVM), In Vitro Fertilisation (IVF), In Vitro Culture (IVC), telah berkembang dengan pesat. Kelinci, mencit, manusia, sapi, babi dan domba telah berhasil dilahirkan melalui fertilisasi in vitro (Hafes, 1993). Di Indonesia, transfer embrio mulai dilakukan pada tahun 1987. Dengan teknik ini seekor sapi betina, mampu menghasilkan 20-30 ekor anak sapi (pedet) pertahun. Penelitian terakhir membuktikan bahwa, menciptakan jenis ternak unggul sudah bukan masalah lagi. Dengan teknologi transgenik, yakni dengan jalan mengisolasi gen unggul, memanipulasi, dan kemudian memindahkan gen tersebut dari satu organisme ke organisme lain, maka ternak unggul yang diinginkan dapat diperoleh. Babi transgenik, di Princeton Amerika Serikat, kini sudah berhasil memproduksi hemoglobin manusia sebanyak 10 – 15 % dari total hemoglobin manusia, bahkan laporan terakhir mencatat adanya peningkatan persentasi hemoglobin manusia yang dapat dihasilkan oleh babi transgenik ini. Bioteknologi dalam Bidang Kesehatan dan Pengobatan Suatu terobosan baru telah dilakukan di Colorado AS. Pasangan Jack dan Lisa melakukan program bayi tabung bukan semata-mata untuk mendapatkan turunan, tetapi karena perlu donor bagi putrinya Molly yang berusia 6 tahun dan menderita penyakit fanconi anemia. Fanconi anemia adalah suatu penyakit yang disebabkan oleh tidak berfungsinya sumsum tulang belakang sebagai penghasil darah. Jika dibiarkan akan menyebabkan penyakit leukemia. Satu-satunya pengobatan adalah melakukan pencakokkan sumsum tulang dari saudara sekandung, tetapi masalahnya, Molly adalah anak tunggal. Teknologi bayi tabung diterapkan untuk mendapatkan anak yang bebas dari penyakit fanconi anemia. Melalui teknik “Pra Implantasi genetik diagnosis” dapat dideteksi embrio-embrio yang membawa gen fanconi. Dari 15 embrio yang dihasilkan, ternyata hanya 1 embrio yang terbebas dari gen fanconi. Embrio ini kemudian ditransfer ke rahim Lisa dan 14 embrio lainnya dimusnahkan. Bayi tabung ini lahir 29 Agustus 2000 yang lalu, dan beberapa jam setelah lahir, diambil sampel darah dari umbilical cord (pembuluh darah yang menghubungkan bayi dengan placenta) untuk ditransfer ke darah Molly. Sel-sel dalam darah tersebut diharapkan akan merangsang sumsum tulang belakang Molly untuk memproduksi darah. Kontroversi Dalam perkembangannya, kemajuan di bidang bioteknologi tak lepas dari berbagai kontroversi. Sebagai contoh: teknologi kloning dan rekayasa genetika terhadap tanaman pangan mendapat kecaman dari bermacam-macam golongan terutama kaum konservatif religius pro dan kontra penggunaan tanaman transgenik, salah satu contohnya adalah kapas transgenik. Pihak yang pro, terutama para petinggi dan wakil petani yang tahu betul hasil uji coba di lapangan memandang kapas transgenik sebagai mimpi yang dapat membuat kenyataan, sedangkan Pihak yang kontra, sangat ekstrim mengungkapkan berbagai bahaya hipotetik tanaman transgenik (Tajudin, 2001). selain kapas, Setyarini (2000) memaparkan tentang kontroversi penggunaan tanaman jagung yang telah direkayasa secara genetik untuk pakan unggas. Kekhawatiran yang muncul adalah produk akhir unggas Indonesia akan mengandung genetically modified organism ( GMO ). masalah lain yang menjadi kekhawatiran berbagai pihak adalah potensinya dalam mengganggu keseimbangan lingkungan antara lain serbuk sari jagung dialam bebas dapat mengawini gulma-gulma liar, sehingga menghasilkan gulma unggul yang sulit dibasmi. Sebaliknya, kelompok masyarakat yang pro mengatakan bahwa dengan jagung transgenik selain akan mempercepat swa sembada jagung, manfaat lain adalah jagung yang dihasilkan mempunyai kualitas yang hebat, kebal terhadap serangan hama sehingga petani tidak perlu menyemprot pestisida. Bagaimana cara kita menyikapinya? Satu-satunya jalan adalah dengan melakukan beberapa tahapan pengujian, studi kelayakan, serta sistem pengawasan yang ketat oleh instansi yang berwenang. Disini, pihak peneliti memegang peranan penting dalam mengungkap dan membuktikan atau menyanggah berbagai kekhawatiran yang timbul (www.biologimediacenter.com)
Teknologi rekayasa genetik kini sudah makin luas digunakan manusia dalam berbagai sektor kehidupan. Manfaat rekayasa genetika memang sangat banyak sekali, bahkan tanpa kita sadari kta telah menikmati manfaat rekayasa genetik tersebut. Misalnya kita sering memakan apel impor yang ukuran dan kualitasnya sungguh luar biasa, tidak menutup kemungkin bahwa apel tersebut dihasilkan dari tanaman transgenik melalui teknik rekayasa genetika. Kegiatan penelitian rekayasa genetik memang banyak dilakukan pada tanaman tertentu untuk menjawab persoalan yang dihadapi dan belum dapat dipecahkan melalui teknologi yang ada. Kegiatan tersebut mencakup penelitian kloning gen yang berkaitan dengan sifat toleran terhadap kekeringan, umur genjah, dan produktivitas tinggi dari Strategic Decisions Group (SDG) lokal. Dalam hal perakitan tanaman, beberapa galur transgenik telah dihasilkan namun masih harus memenuhi proses penelitian untuk memperoleh data sebagaimana diwajibkan dalam pengkajian keamanan hayati sehingga tentu saja produk ini belum dapat dilepas ke publik.
Bisnis Indonesia, 17/11/2012. JAKARTA. Pemerintah sedang mengevaluasi empat varietas benih hasil rekayasa genetika (bioteknologi), yaitu kedelai,dua varietas jagung, dan tebu tahan kekeringan untuk segera dikomersialisasikan ke pasar. Kepala Badan Penelitian dan Pengembangan Kementerian Pertanian Haryono mengatakan upaya percepatan adopsi teknologi termasuk produk rekayasa genetika diatur dengan PP No. 21/2005 tentang Keamananan Hayati Produk Rekayasa Genetika, dilengkapi Permentan No. 61/OT.140/XI/2011 tentang Pengujian, Penilaian, Pelepasan Varietas Tanaman, maka sudah ada beberapa usulan uji tanaman GMO. Uji keamanan pangan produk GMO dilakukan oleh Badan Pengawasan Obat dan Makanan, keamanan pangan oleh Balitbang Kementan, dan keamanan lingkungan oleh Kementerian Lingkungan Hidup. Dia menjelaskan untuk komoditas kedelai terdapat satu varietas GT4032 yang sudah ada sertifikat aman lingkungan dan aman pangan, tetapi belum aman pakan. Untuk dapat dikomersialkanbenih GMO itu harus memenuhi persyaratan keamanan pangan, pakan, dan lingkungan. “Untuk jagung yaitu NK603 sudah aman pangan dan segera terbit rekomendasi aman pakan, tetapi belum aman lingkungan,” ujarnya kepada Bisnis, Senin (17/9/2012). Haryono menambahkan untuk jagung varietas PRG MON 89034 dalam waktu dekat akan mendapatkan rekomendasi aman pakan. Selain kedelai dan jagung, ungkapnya, untuk tebu tahan kekeringan sudah ada sertifikat aman lingkungan dan aman pangan, tetapi belum diajukan kajian aman pakan. (bas) Source: http://www.bisnis.com/articles/rekayasa-genetika-4-varietas-kedelai-jagung-tebu-segera-dilepas-ke-pasar
Kementerian Lingkungan Hidup (Asdep Keanekaragaman...
Produk (Propenen) Tebu PRG Event NXI-1T SIFAT YANG...
Teknologi rekayasa genetik kini sudah makin luas digunakan...
Pages View